
Dalam rangka meningkatkan pengawasan, transparansi, dan kepatuhan dalam proses impor, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengatur pelaksanaan Informasi Komponen Biaya (IKB) pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Salah satu dasar regulasi yang menjadi acuan utama adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 144/PMK.04/2022 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai. Peraturan ini menggantikan regulasi sebelumnya dan mengakomodasi berbagai perubahan khususnya dalam pengelolaan impor barang digital dan mekanisme pelaporan biaya impor secara terintegrasi.
Dasar Regulasi
PMK 144/PMK.04/2022mengatur tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai di wilayah Indonesia serta penghitungan kewajiban pabean yang meliputi Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Dalam konteks ini, PIB merupakan dokumen wajib yang harus dibuat oleh importir atau pengurus jasa kepabeanan.
Regulasi ini secara eksplisit mengatur bahwa isi PIB harus memuat rincian lengkap komponen biaya impor yang mencakup nilai transaksi, biaya pengangkutan, asuransi, dan biaya lainnya yang terkait dalam pengeluaran barang impor. Komponen biaya inilah yang disebut sebagai Informasi Komponen Biaya (IKB), yang menjadi dasar valid dan transparan dalam penetapan nilai pabean serta perhitungan pajak dan bea masuk.
Kewajiban Penyampaian IKB dalam PIB
Sesuai PMK 144/PMK.04/2022, importir atau pihak yang diberi kuasa (seperti PPJK) wajib menghitung sendiri dan menyampaikan PIB yang mencakup seluruh data IKB sebelum pengeluaran barang impor untuk dipakai. PIB tersebut harus disampaikan melalui Sistem Kepabeanan Pabean (SKP) di kantor bea cukai yang mengawasi tempat tujuan akhir pengangkutan barang.
PIB wajib memuat data lengkap dan benar termasuk dokumen pelengkap pabean yang menjadi dasar perhitungan IKB. Importir juga wajib menyampaikan dokumen tersebut dalam bentuk data elektronik sebagai bagian dari upaya digitalisasi pelayanan kepabeanan. Jika terjadi gangguan sistem SKP, penyampaian PIB dapat dilakukan secara tertulis dengan lampiran data elektronik yang lengkap.
Fungsi IKB dalam Menentukan Nilai Pabean
Nilai pabean yang dijadikan dasar penghitungan Bea Masuk dan PDRI wajib mencerminkan semua komponen biaya impor yang berlaku hingga tempat tujuan di dalam Daerah Pabean. Prinsip yang digunakan adalah Incoterms CIF (Cost, Insurance, and Freight) sebagai acuan nilai dasar penghitungan.
Dalam PMK ini ditegaskan bahwa nilai pabean harus meliputi nilai barang, biaya pengangkutan, dan biaya asuransi serta biaya lain yang berhubungan dengan impor. Dengan demikian, IKB tidak hanya menjadi laporan administratif, tetapi juga alat strategis untuk menghindari praktik undervaluation yang dapat merugikan negara.
Manfaat Implementasi IKB
- Transparansi dan Akuntabilitas
IKB memungkinkan importir dan otoritas bea cukai untuk sama-sama menyusun dan mengawasi komponen biaya impor secara detail dan akurat, menghindari manipulasi nilai yang merugikan negara. - Efisiensi Proses Kepabeanan
Dengan adanya IKB yang terstruktur dalam PIB elektronik, proses validasi, pemeriksaan, dan persetujuan pengeluaran barang menjadi lebih cepat dan tepat sasaran. - Kepastian Hukum dan Kepatuhan Pajak
Memastikan bahwa nilai pabean yang digunakan sesuai dengan ketentuan hukum dan meminimalkan risiko sengketa atau sanksi administrasi akibat pelaporan yang tidak akurat. - Pemanfaatan Teknologi Digital
Mendorong digitalisasi pelayanan kepabeanan melalui SKP yang terintegrasi dengan sistem elektronik, menjadikan proses impor lebih modern dan efisien.
Kesimpulan
Implementasi IKB dalam PIB merupakan langkah penting yang diatur dalam PMK 144/PMK.04/2022 untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan kepatuhan dalam proses impor. Regulasi ini mewajibkan importir untuk menyampaikan rincian komponen biaya impor secara lengkap dan benar, yang meliputi nilai transaksi, biaya pengangkutan, asuransi, dan komponen biaya lain sebagai dasar penetapan nilai pabean. Penyampaian IKB dilakukan melalui sistem elektronik kepabeanan guna mendukung digitalisasi pelayanan dan mempercepat proses pemeriksaan serta pengeluaran barang.
IKB berperan sebagai alat strategis dalam penentuan nilai pabean yang sesuai dengan prinsip Incoterms CIF, sehingga mencegah praktik undervaluation yang dapat merugikan negara. Selain itu, penerapan IKB meningkatkan efisiensi proses kepabeanan, memperkuat kepastian hukum, dan mempermudah pengawasan bea cukai melalui integrasi teknologi digital. Dengan demikian, pelaksanaan IKB dalam PIB mendukung tata kelola impor yang transparan, akuntabel, dan berdaya saing tinggi demi mendukung penerimaan negara dan keamanan perdagangan.
Kebijakan penambahan elemen data IKB pada dokumen PIB telah definitif (mandatory) dilaksanakan pada 6 Oktober 2026. EMSITPRO CEISAHUB telah menerapkan perubahan tersebut dan dapat dijadikan solusi untuk Pertukaran Data Elektronik (“PDE”) bagi para penggunanya.




